Kesehatan (Health & Medicines)

Suplementasi Vitamin D: Pentingkah?

Sekilas Tentang Vitamin D

Vitamin D adalah mikronutrien larut lemak yang memiliki peran utama dalam mengontrol kadar kalsium dan fosfor dalam darah. Vitamin D tersebut membantu absorpsi kalsium dalam proses pembentukan tulang serta menjaga agar tulang tetap kuat. Beberapa tahun terakhir, vitamin D semakin populer karena diketahui turut berfungsi dalam regulasi pembelahan dan diferensiasi sel, mengatur sistem kekebalan tubuh, serta membantu menurunkan risiko seperti diabetes mellitus dan kanker.

Vitamin D bisa didapatkan dari dua sumber yaitu sumber endogen (dari dalam tubuh) dan eksogen (dari luar tubuh). Sumber endogen merupakan vitamin D yang disintesis tubuh ketika sinar matahari (khususnya ultraviolet B) mengenai lapisan kulit. Sedangkan sumber eksogen berasal dari makanan yang kaya vitamin D seperti daging sapi, ikan salmon, ikan tuna, susu sapi, kacang, kuning telur, dan lain-lain.

Meskipun termasuk negara yang beriklim tropis, defisiensi vitamin D tetap perlu diwaspadai. Berdasarkan penelitian Aji, Arif Sabta et al, diketahui bahwa prevalensi defisiensi vitamin D pada ibu hamil di trimester pertama mencapai 82,8% di Minangkabau.  Studi yang dilakukan oleh Oemardi et al, menunjukkan bahwa prevalensi defisiensi vitamin D pada wanita usia 45 – 55 tahun mencapai 50%. Defisiensi vitamin D juga merupakan salah satu ancaman terhadap anak-anak Indonesia. Berdasarkan studi terhadap anak-anak usia 15-18 tahun di sepuluh sekolah di Yogyakarta diketahui bahwa hampir seluruh sampel mengalami defisiensi vitamin D.

Defisiensi vitamin D dapat disebabkan karena gangguan penyerapan dan kurangnya paparan sinar matahari akibat pakaian yang tertutup ataupun perilaku yang cenderung menghindari sinar matahari langsung. Desfisiensi ini dapat mengakibatkan kelainan tulang dan meningkatkan risiko dari berbagai penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, penyakit autoimun, dan penyakit infeksi.

Peran Vitamin D Dalam Masa Pandemi COVID-19

Berdasarkan studi Meltzer et al (2020), diketahui bahwa risiko positif COVID-19 1.77 kali lebih besar pada pasien yang mengalami defisiensi vitamin D. Meskipun demikian, penelitian tersebut masih memiliki beberapa keterbatasan sehingga memerlukan studi lebih lanjut. Salah satunya adalah bahwa defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh penyakit kronis lain sehingga menyebabkan peningkatan risiko COVID-19. Beberapa studi lain menemukan bahwa pasien COVID-19 pada negara-negara dengan tingkat kematian tinggi diketahui memiliki kadar vitamin D lebih rendah dibandingkan pasien di negara yang tingkat kematiannya lebih rendah. Hal tesebut diduga karena vitamin D berperan dalam menurunkan laju replikasi virus dan mencegah keparahan badai sitokin yang dapat merusak paru-paru dan menyebabkan sindrom gangguan pernafasan.

Menurut Grant, et al (2020), untuk mengurangi risiko infeksi, golongan yang rentan terhadap COVID direkomendasikan untuk mengonsumsi suplemen vitamin D sebanyak 10.000 IU/hari untuk meningkatkan konsentrasi vitamin D dalam darah dengan cepat, dan diikuti dengan 5000 IU/hari sebagai dosis pemeliharaan. Untuk pengobatan pasien COVID-19, vitamin D dengan dosis lebih tinggi mungkin akan bermanfaat.

Kebutuhan Vitamin D dan Toksisitasnya

Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Tata Laksana Suplemen Kesehatan, batas maksimal asupan vitamin D harian adalah 400 IU. Dosis lebih tinggi dari nilai tersebut digolongkan sebagai obat keras.

Namun berdasarkan harmonisasi ASEAN, negara ASEAN lain dapat menerima suplemen vitamin D hingga 1000 IU (kecuali Indonesia yaitu 400 U dan Thailand yaitu 200 IU). Melihat data keamanannya, vitamin D cukup aman dikonsumsi dengan No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) sebesar 10.000 IU.

Angka Kebutuhan Gizi bagi lansia adalah 600 IU hingga 800 IU. Hal yang perlu diwaspadai pada suplementasi vitamin D adalah kemungkinan terjadinya hiperkalsemia, sehingga untuk memitigasi risiko tersebut dapat dilakukan penurunan asupan kalsium.

Mencukupi Kebutuhan Vitamin D dan Memilih Suplemen Vitamin D yang Aman

Menyadari pola hidup yang dijalani sehari-hari sangatlah penting untuk mengevaluasi apakah tubuh kita sudah mendapatkan cukup vitamin D dari paparan sinar matahari secara rutin. Sayangnya, gejala defisiensi Vitamin D seringkali tidak disadari karena memang tidak bersifat khas, seperti nyeri otot, nyeri punggung, mudah lelah, rambut rontok, atau mudah terserang flu. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang tidak menyadari bahwa mereka mengalami kekurangan vitamin D.

Untuk mencukupi kebutuhan vitamin D harian, direkomendasikan untuk berjemur secara rutin selama 15-20 menit di pagi hari, rajin mengonsumsi sumber vitamin D seperti tuna, salmon, susu sapi, telur, dan daging sapi, dan suplementasi vitamin D jika diperlukan. Namun perlu diperhatikan bahwa suplementasi vitamin D secara rutin harus berdasarkan rekomendasi dokter dan berada dalam pantauan. Setelah penggunaan suplemen vitamin D dalam jangka waktu tertentu, perlu dilakukan pemeriksaan kadar vitamin D agar tidak terjadi hipervitaminosis/hiperkalsemia.

Suplemen vitamin D dapat dibeli secara bebas di apotek. Untuk memastikan keamanan, mutu, dan khasiat suplemen vitamin D, pastikan suplemen kesehatan yang dibeli telah memiliki nomor izin edar BPOM. Nomor izin edar suplemen kesehatan ditandai dengan kode POM SD/ POM SI/ POM SL dan diikuti oleh 9digit angka. POM SD menandakan bahwa suplemen kesehatan merupakan produk lokal, POM SI menandakan suplemen kesehatan impor, sedangkan POM SL menandakan suplemen kesehatan lisensi. Jangan lupa juga untuk mengecek kondisi kemasan, label, dan tanggal kedaluwarsa.

Daftar Istilah:

  1. Diferensiasi sel: proses ketika sel kurang khusus menjadi jenis sel yang lebih khusus.
  2. Defisiensi: kekurangan sesuatu yang dibutuhkan oleh tubuh, khususnya zat gizi.
  3. No Observed Adverse Effect Level (NOAEL): dosis tertinggi suatu zat pada studi yang secara statistik atau biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia.
  4. Hiperkalsemia: keadaan tingginya kadar kalsium dalam darah.

Pustaka

  1. Terrie, Yvette C (2010). ‘The Important Role of Vitamin D’, Pharmacy Times, tersedia di https://www.pharmacytimes.com/publications/issue/2010/February2010/OTCFocusVitaminD-0210. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2020.
  2. Pusparini (2014). ‘Defisiensi Vitamin D terhadap Penyakit’. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory.
  3. Grant, et al (2020). ‘Reduce Risk of Influenza and COVID-19 Infections and Death’, Nutrients 2020, 12, 988; doi: 10.3390/nu12040988
  4. Meltzer, et al (2020). ‘Association of Vitamin D Status and Order Clinical Characteristics with COVID-19 Test Result’, JAMA Network Open 3 (9):e.2019722; doi:10.1001/jamanetworkopen.2020.19722
  5. Aji, Arif Sabta, et al (2019). ‘Vitamin D Deficiency Status and its Related Risk Factors During Early Pregnancy: a cross-sectional study of pregnant Minangkabau women, Indonesia’, BMC Pregnancy and Childbirth 19:183
  6. Oemardi M, et al (2007). ‘The Effect of Menopause on Bone Mineral Density and Bone-related Biochemical Variables in Indonesian Women’, Clinical Endocrinology (oxf) 67 (1): 93-100
  7. Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Tata Laksana Suplemen Kesehatan

ditulis oleh: apt. Neti Triwinanti, S.Farm

penulis adalah praktisi pengawas obat dan makanan di sektor publik dan merupakan alumni Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s